Naskah Cerpen "100 besar lomba Cerpen Internasional"
Catatan Tanpa Koma
.
.
Aku bangkit dari kematian. Mirip seperti terkena sihir. Dan tiba-tiba saja aku sudah berada di tangan seseorang. Dibawa berlari dengan kencang. Aku melihat anak laki-laki berseragam yang memeluk erat diriku dengan wajah khawatir. Nafas terengah-engahnya pun masih bisa kurasakan. Ia terus berlari menghalau hembusan angin yang mengarah berlawanan dengannya, sesekali ia sempatkan menoleh ke belakang. Memastikan ia masih terjaga. Hingga sampailah di sebuah ruangan yang tampak normal dari luar. Ia membuka knop pintu ruangan itu dan memasukinya. Namun, tak lama setelah memasukinya, ia terdiam. Entah kenapa aku malah enggan menyetujui tindakannya barusan. Wajahnya yang sudah bingung kini dia tambahkan dengan aura ketakutan. Aku bisa merasakan itu.
Hei aku baru sadar kalau ini adalah ruang baca perpustakaan sekolah. Untuk apa dia kesini? Lantas, mengapa pula dia membawaku? Dan apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat dirinya menjadi ketakutan sekali seperti ini? Banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepalaku. Eh, tunggu. Aku kan tidak punya kepala. Belum sempat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, seketika ada perasaan tidak enak yang menghampiriku. Anak laki-laki yang sedari tadi memelukku, kini melepaskan pelukannya. Dan kemudian, yang benar saja! Dia melemparku keras masuk kedalam kolong salah satu rak buku yang terjauh dari dirinya. Meskipun begitu, ternyata aku masih bisa melihatnya walaupun dengan upaya mengintip dari sini. Dari kolong yang sangat sempit, gelap, dan jelas berdebu.
Dalam beberapa detik, seseorang ikut masuk. Tidak. Sepertinya lebih dari satu orang. Segerombolan pria bertubuh besar dengan jas hitam elegan menyelimuti mereka. Aku hanya bisa mengintip sedikit dari kolong berbau ini. Aku sama sekali tak bisa mendengar percakapan mereka. Setelah puas berbicara, pria di barisan paling depan itu meghentikan ucapannya yang sedari tadi tak kunjung selesai. Apapun yang dikatakannya, pasti sesuatu yang tidak menyenangkan. Karena, disaat itu pula dentuman keras menyeruak hingga ke seluruh ruangan. Suara dentuman yang berasal dari pistol yang sudah pasti di bunyikan oleh para pria berjas tadi. Tunggu. Apa anak laki-laki itu mereka tembak? Disaat aku hendak melihat keadaan untuk memperjelas apa yang barusan terjadi, pengelihatanku langsung terhalang oleh gembulan asap yang dalam hitungan detik sudah memenuhi seisi ruang perpustakaan. Aku tak tahu lagi yang terjadi setelahnya. Karena, disaat bersamaan ada sesuatu yang lagi-lagi seperti sihir membuatku tertidur atau mungkin mati kembali. Dan semunya menjadi gelap.
Perkenalkan, aku tak punya nama. aku hanyalah benda mati yang mengetahui sedikit banyak rahasia tentang sekolah ini. Rahasia yang tentunya menyangkut intregritas sekolah. SMA Sriwijiya. SMA yang menyimpan ribuan hal misteius. Semua hal tak masuk akal menjadi nyata jika bersangkutan dengan SMA ini. Dan satu-satunya murid yang berani menguak rahasia busuk sekolah ini adalah anak laki-laki tadi. Dia adalah tuanku. aku sudah bilang tadi, kalau aku hanyalah benda mati. Sebelumnya aku tak punya kehidupan. Sampai ia menuliskan sesuatu di lembaranku yang membuatku menjadi hidup. Seperti tuhan meniupkan ruh kepada manusia baru-Nya. Ya, meskipun aku tetaplah sebuah benda mati. Benar. aku adalah sebuah buku. Buku seperti pada umumnya. Hanya saja, tuanku menuliskan hal-hal yang tak diketahui banyak orang kedalam lembaranku. Hal-hal berbau sensitif yang ada kalanya tak boleh diketahui khalayak demi kepentingan. Itulah yang membuatku menjadi tampak berbeda dari buku pada biasanya. Sudah lihat, kan? Berkat hal itu, kami menjadi sepasang buronan. Namun, apapun demi tuanku aku rela. Karena aku sudah seperti catatan hidupnya. Selalu mengetahui apapun yang dipikirkannya. Dan aku pun tahu apa yang diinginkan tuanku untuk terakhir kalinya. Keinginan yang bakalan membutuhkan waktu lama untuk mewujudkannya. Mencarikanku tuan baru.
***
Kejadian ini berlatar di sebuah kerajaan megah. Seorang raja gagah perkasa menunggangi seekor kuda yang sama gagahnya, pergi meninggalkan gerbang kerajaan. Waktu menunjukkan pukul 2 siang. Hanya dengan menerawang cahaya matahari, sang raja sudah dapat menentukan waktu saat itu juga. Sungguh ajaib. Kuda yang ditungganginya berlari kencang dalam pantauan 5 kilo meter per satuan detik. Tak disangka, ternyata ada sebuah mobil sedan yang melaju cepat kerah mereka dalam laju 7 kilometer setiap detiknya. Tragedi kejar-kejaran itu pun semakin memanas. Raja yang tak boleh tertangkap mobil sedan itu harus lebih kencang lagi dalam menunggangi kudanya. Dan disinila timbul suatu pertanyaan. Pada jam berapakah mobil sedan itu berhasil memulai aksinya mengejar raja?
“Eh, sejak kapan mobil sedan ada di zaman purbakala, Sam?” potong sahabatku, Seno. Yah, aku juga tidak tahu. Yang penting adalah aku harus bisa menjawab pertanyaan sang raja. Mana sempat aku fokus pada cerita fiksi itu.
Sebelumnya, perkenalkan. Namaku Samudra. Samudra Pasai. Anak kelas 12 yang sebentar lagi akan bertarung dengan ujian nasiaonal. Sejak kecil, atau bahkan sebelum aku lahir, ayahku selalu mendambakan sebuah sekolah. Sekolah menengah atas yang rumornya, jika kamu berhasil bersekolah disana maka masa depanmu akan cerah dan terjamin. Hingga begitu aku lahir, ayahku langsung sukses memberiku nama sedemikian rupa. Dengan harapan, bahwa kelak aku bisa sama agungnya dengan sekolah itu. Dan berkat perjuangan ayahku, impiannya pun menjadi nyata. Ya, disinilah aku berakhir. SMA Sriwijaya. Tak jauh dari namanya. Terbesar, termegah, dan yang pertama. Tak ada yang menolak masuk sana. Pada awalnya, memang aku sedikit bangga juga karena bisa mengasah pendidikan di sekolah dambaan ini. Kukira, sekolah ini memang punya progam pintar sehingga layak dinamakan sekolah dengan masa depan cerah. Namun, begitu menjalani 2 tahun lamanya, aku tak merasa ada hal istimewa disini. Bisa dibilang, sama membosankan seperti masa sekolah mengah pertamaku.
Di setiap awal jam pelajaran, kebanyakan murid sibuk menyalin PR milik anak jenius. Setiap ujian, para guru pura-pura tidak melihat siswanya saling menyontek, padalihat begitu jelas. Malah ada yang mendukung perilaku itu, dengan dalih yang lebih, membantu yang kurang. Senioritas menjadi adat sekolah ini. Peraturan tak jelas yang selalu memberatkan ekonomi orang tua, dibuat dengan iming-iming untuk mewujudkan visi sekolah. Sekarang saja, lihatlah kelasku. Yang perempuan sibuk berdandan dan mengghibah. Mereka yang membawa totebag alih-alih ransel sekolah, aku yakin isi totebagenya hanya pakaian olah raga dan make up super lengkap. Yang laki-laki kompak menggunakan earphone sambil berteriak-teriak memainkan handphonenya dalam mode landscape. Kecuali kami. Aku dan Seno sudah pernah mencoba game yang mereka mainkan. Sangking serunya, satu jam berlalu tanpa terasa. Dan hal itu berhasil membuat mata kami perih hingga berair. Ya, itulah sedikit dari bukti penyimpangan pendidikan di negeri ini. Selebihnya, masih bisa dilihat jelas didepan mata. Mahasalahnya kalau begini terus, kapan negeri ini akan meningkatkan kualitas generasi penerusnya? Jika hanya dengan mencontek mereka berhasil masuk universitas ternama dan mendapatkan pekerjaan yang layak, yang jujurpun akhirnya bosan juga menjadi orang berbudi. Bukankah semua nanti akan ada pertanggungjawabannya?
“Sam, ikut aku ke perpustakaan, yuk!” ajak Seno, membuatku berhenti marah-marah tidak jelas dengan diriku sendiri.
“Ayo, deh. Daripada pusing ngerjain soal ujian universitas yang lebih mirip soal matematika anak SD, lebih baik mencari hiburan di perpustakaan. Barangkali menemukan buku yang memikat.” Kataku setuju. Seperti kata pepatah, ucapan adalah doa. Tanpa sadar, ucapanku benar-benar dikabulkan.
Satu hal yang membuatku merasa tak nyaman saat berada di perpustakaan sekolah. patung itu. patung lilin didepan meja utama perpustakaan yang bentuknya benar-benar menyerupai manusia. Dan seolah-olah, patung itu bisa melihat dan sedang mengawasi para pengunjung perpustakaan. Patung lilin dengan tema laki-laki berseragam yang dibuat oleh guru prakarya 17 tahun silam. Itulah yang kudengar. Bahkan, umur patung ini saja sama denganku. Karena semakin ngeri jika diperhatikan baik-baik, aku pun langsung bergegas pergi meninggalkan patung lilin itu. kembali ke niat awal, yaitu mencari buku yang memikat hatiku. Seketika, pandanganku tertuju pada rak paling ujung. Rak yang berisi tumpukan buku tak terpakai. Saat hendak melihat-lihat buku di rak itu, tak sengaja kakiku tersandung sebuah bangku kusam yang berada tepat didepan rak. Dan hal itu berhasil membuatku tersungkur bebas diatas lantai. Seno yang mengetahui hal memalukan itu, langsung berlari kearaku dan mencoba membantuku dengan meminta maaf kepada para murid yang sempat terganggu dengan suara jatuhku barusan. Saat berusaha untuk berdiri, tak sengaja aku melihat sesuatu yang aneh di dalam kolong rak. Aku yang begitu penasaran, langsung menyosorkan diri lagi dan mencoba mengintip di bawah rak. Yang kulihat hanyalah sebuah buku tak terawat yang tergeletak disana. Mungkin dia terpisah dari teman-temannya tanpa pengetahuan penjaga perpus. Tak berlama-lama, kucoba meraih buku itu. dan setelah beberapa kali sempat tidak sampai, akhirnya kudapatkan juga. Buku bersampul biru polos. Buku yang dipenuhi debu dan jaring laba-laba. Sudah berapa tahun dia bersemayam disana? Batinku.
“Buku apa itu, Sam? Kok kotor banget, sih?” tanya Seno.
“Aku enggak tahu juga” balasku yang memang tidak tahu. Akupun mulai melihat isi dari buku itu. Di halaman pertama dan berikutnya, hanya berisi tulisan tangan yang menggambarkan masalah-masalah politik dunia. Pertempuran Israel merebut wilayah Palestina, perang dunia yang melibatkan bom nuklir, dan beberapa permasalahan politik lainnya. Sekilas terlitas dipikiranku, bukankah ini lebih mirip buku catatan ketimbang buku pengetahuan? Saat membuka lembar berikutnya, aku langsung terperanjat. Dibuat kaget bukan main. Aku yakin, Seno yang berada tepat disebelahku juga merasakan hal yang sama. Karena, dia tak kunjung berhenti membelalakkan bola matanya. Daftar koruptor sekolah lengkap dengan kegiatan kriminal yang pernah terjadi di sekolah ini sejak tahun 2002. Bukankah itu sudah lama sekali? Dan betapa terkejutnya kami ketika menemukan tak sedikit nama dari guru kami terpampang di daftar itu. dengan tangan bergetar, aku berusaha membalik lembar demi lembar melewati serangkaian daftar nama itu hingga sampai di lembar terakhir yang terisi. Disana tertempel foto seorang anak laki-laki dengan seragam yang tampak familiar. Seragam SMA Sriwijaya. Berpose ala-ala foto kartu kependudukan. Foto yang masih bewarna coklat lawas. Dibawahnya tertulis angka 2002 dan sebuah kutipan, “Kurikulum yang berubah-ubah hanya akan mengacaukan pendidikan”.
“Tunggu. Seno, kamu merasa ada yang familiar enggak dari foto ini?” tanyaku. Sedikit janggal dengan wajah di foto itu.
“Itu kan, seragam sekolah kita” jawabnya tak menggubris pertanyaanku. Bukan. Aku yakin pernah melihat orang ini. Coba biar ku pikir lagi. Oh, tidak. Seketika, aku teringan akan sesuatu, namun aku berharap tebakanku salah. Bergegas aku menuju meja utama perpustakaan. Tanpa sadar, aku menangis disaat itu juga. Membayangkan tebakanku benar-benar nyata. Dengan keberanian penuh, kuayunkan kakiku karah benda putih didepan meja utama. Ya, aku baru saja menendang patung lilin mengerikan ini. patung itu langsung terjatuh dan tentu saja pecah. Dan ternyata tebakanku benar. Sungguh, lebih dari yang kubayangkan. Orang-orang di perpustakaan yang sebelumnya tak terima dengan kelakuan brutalku, kini mereka semua terdiam. Ada yang bahkan histeris ketakutan sampai pingsan. Seno pun tak bisa menutupi perasaan kagetnya. Bukan karena aku menendang keras patung itu. tapi karena isi dari patung itu. Melihatnya, membuat hatiku sakit sekaligus ingin muntah. Di dalam patung itu, terlihat jelas tubuh manusia yang jelas sudah menjadi mayat. Walaupun begitu, tubuhnya masih utuh tak ada cacat sedikitpun. Jauh didalam lubuk hatiku, aku tak sanggup membayangkan rasanya menjadi siswa itu. Berharap, ia sudah meninggal disaat sedang dijadikan sebuah patung lilin. Setidaknya, tidak ada rasa sakit yang ia rasakan. Aku tak kuat membayangkan jika dia masih hidup dan ternyata selama ini meminta pertolongan.
Esoknya, sekolah kami ramai dipenuhi polisi dan wartawan yang masih berkeliaran di sekitar sekolah, memintai keterangan dari guru yang pernah menjadi saksi. Buku yang kutemukan, sudah kuserahkan kepada pihak yang berwenang. Para guru yang namanya tertera di daftar kriminal sekolah pun juga sudah dibawa ke kantor polisi. Mirisnya, mereka yang seharusnya menjadi teladan malah melakukan hal memalukan seperti ini. Kepala sekolah kami jugadigantikan oleh seorang guru yang dilihat bisa dipercaya. Setidaknya setelah ini, sekolah bisa menjadi lebih normal dan menjadi sekolah seperti semestinya. Aku dan murid lainnya bisa tenang menghadapi ujian masuk universitas dengan lancar dan tanpa trik kotor seperti zaman sebelumnya. Hanya saja, ada pertanyaan yang masih menggantung di pikiranku. Siapakah yang membuat senior kami menjadi patung lilin, dan siapa pula yang menulis buku itu dari dulu hingga sekarang? Kenapa catatan itu bisa memiliki data dengan begitu lengkap?
.
.
๐ฎ๐ฉ๐๐
Hai xob ;v
Jadi ceritanya, kenapa aku upload naskah ini? Ya, soalnya aku bingung daripada ini naskah ku hapus gegara aku bingung mau diapain.. akhirnya ku pilih buat memosting di sini karena barangkali aja dikit² lah mungkin bisa bermanfaat untuk kalian sebagai referensi? (Mungkin) wkwk
.
Ini adalah naskah pertama aku yang berhasil masuk final lomba cerpen internasional (ya..walaupun ngga 3 besar.. seenggak nya 100 besar boleh dong..) ya namanya usaha.. dimulai dari bawah kan.. bisa d kembangin lagi.
Aku rekomendasiin sih, ini lomba yang ngadain lembaga edoorom (Ig: @edurooms.id ) yang udah berpengalaman bikin event internasional.. jadi mungkin kalian minat ikut lomba dari lembaga eduroom kalian bisa pantau event² yang bakal diadakan sama lembaga itu..
Intinya.. good luck ya gaesss buat kalian terus berkarya ๐
Komentar
Posting Komentar